10 April 2025
Posmetronews.com | Media Informatif, Kritis & Konstruktif
Nasional

Bantuan USAID Kini Distop, NGO Indonesia Bisa Cari Alternatif ke Timur Tengah atau Asia maupun Eropa

POSMETRONEWS.COM – Seperti disuarakan para praktisi pembangunan kemanusian dan akademisi, terkait pembekuan bantuan United States Agency for International Development (USAID) haruslah menjadi pembelajaran berharga bagi Pemerintah Indonesia dan Non Governmental Organization (NGO).

Bahkan untuk langkah kedepannya, jelas perlu meningkatkan kolaborasi menghadapi situasi dan kondisi tersebut. Dari situ kemudian disarankan agar mencari alternatif donasi ke negara kaya di kawasan Timur Tengah dan jugaa, ke negara-negara maju di Asia maupun Eropa.

Selain itu lagi khususnya kepada para NGO di Indonesia, seyogyanya juga tidak perlu panik menyikapi kebijakan Pemerintah Amerika Serikat sejak 25 Januari 2025 tersebut. Namun hal yang lebih penting adalah harus fokus guna mencari solusinya.

Kurang lebih begitulah benang merah dari Diskusi Publik di Auditorium Muchtar Riyadi FISIP Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Rabu (12/2/2025). Momentum tersebut digelar oleh Lembaga Kemanusiaan, Human Initiative (HI) yang bekerjasama dengan APKI, HFI dan Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial FISIP UI.

Sejumlah narasumber dihadirkan dalam Diskusi Publik di atas. Mereka antara lain adalah Konverner Aliansi Pembangunan Kemanusiaan Indonesia (APKI), Rachmawati Husein MCP PhD, Pendiri Humanitatian (HFI) Victor Rembeth dan Akademisi Hubungan Internasional (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Asra Virginia.

Dalam Diskusi Publik tersebut, dibuka oleh Vice President HI, Andjar Radite. Tak ketinggalan juga dihadiri puluhan aktifis dan mahasiswa. Selain itu juga dilaksanakan tatap muka langsung dan Webinar (web seminar).

Menurut Rachmawati Husein bahwa pembekuan bantuan USAID dapat menimbulkan dampak terhadap berbagai sektor pembangunan. Yakni antara lain di bidang kesehatan, pendidikan, penanggulangan bencana serta sektor kemanusiaan lainnya.

“Sebenarnya, Indonesia tidak termasuk 10 besar negara penerima bantuan USAID. Namun di tahun 2023 lalu, menerima dana 2,5 triliun atau sekitar 153 ribu Dolar AS. Sebenarnya, jumlah bantuan itu malah tidak terlalu besar. Dan, bahkan tidak signifikan bagi Indonesia,” tegasnya, menambahkan.

Selanjutnya, disarankan Rachmawati yang juga dikenal sebagai aktivis kemanusiaan dari DPP Muhammadiyah dan dosen salah satu perguruan tinggi di Jakarta, agar para NGO penyalur bantuan USAID hendaknya mencari ‘vitamin‘ dari negara lain.

“Karena itulah, perlu ada aliansi dan forum NGO untuk memberi masukan kepada Pemerintah dan DPR RI, yakni supaya dibuat aturan yang jelas tentang pengelolaan dana dari masyarakat. Perlu dibuat yang baik dan tidak ribet. Pajak bagi para NGO pun, jangan dipatok tinggi,” pinta Rachmawati.

Sebagai pembicara lain, Victor Remberth, mengungkapkan bahwa penghentian bantuan USAID, tidak terlepas dari kepentingan politik luar negeri Amerika Serikat (AS). “Meski sayangnya sampai saat ini, justru belum ada penjelasan terkait penghentian bantuan USAID tersebut,” ungkapnya.

Sedangkan yang menjadi pertanyaannya berikutnya, bagaimana solusi kedepannya? Kemenlu RI diminta melakukan mediasi dengan semua mitra penerima dana bantuan USAID. Dari situ harus ada peluang memaksimalkan pengumpulan dana Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS) yang potensinya mencapai Rp 370 triliun.

“Di sisi lain bagi para NGO pun perlu meningkatkan kerjasama dengan semua pihak. Jadi, kita tidak boleh dikalahkan dengan keadaan ini. Jangan berhenti. Sebab, kalau berhenti, berarti kita tidak membagi empati,” kata Victor, lagi.

Tetapi soal bantuan USAID itu sendiri, masih menurut Victor, bukan dengan meminta-minta. “Justru pemutusan ini harus menjadi pembelajaran bersama. Jangan kendor dan kita harus tetap eksis,” sarannya.

Sementara itu Andjar Radite mengatakan bahwa pemutusan bantuan USAID dapat mengancam bagi sektor kesehatan dan pendidikan. Seperti program imunisasi dan pencegahan HIV/AIDS yang selama ini mendapat pendanaan dari USAID dikhawatirkan akan terganggu.

“Tentu saja, jika tanpa dukungan finansial tambahan, layanan kesehatan untuk di daerah terpencil di Indonesia dapat mengalami kendala dalam menangani penyakit menular,” ujarnya.

Jika mengacu pada laporan WHO (2023), pendanaan internasional memiliki peran yang sangat penting dalam pengendalian penyakit di negara berkembang. ”Tentunya apabila tanpa bantuan donor seperti USAID, capaian dalam sektor kesehatan, juga bisa mengalami kemunduran,” beber dia, menambahkan

Diutarakzn Andjar Radite lebig lanjut bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mendiversifikasikan sumber pendanaan melalui kerjasama dengan lembaga internasional lain. Seperti dengan Bank Dunia dan Asian Develeoment Bank.

“Upaya menjalin kemitraan dengan sektor swasta, juga dapat menjadi alternatif, dimana perusahaan – perusahaan dapat berkontribusi melalui tanggungjawab sosial perusahaan (CSR). Termasuk untuk mendukung inisiatif kemanusiaan dan pembangunan di Indonesia,” pungkasnya. © RED/RAMADHAN ALDIANSYAH

Related posts

Kinerja Tahunan Bank DKI Raih Apresiasi Penghargaan Sebagai ‘The Best Indonesia Annual Report Award 2024’

Redaksi Posmetronews

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Respon Pengaduan Masyarakat di RDP Komisi II DPR RI tapi Kesempatan Korban Kasus Tanah Dibatasi

Redaksi Posmetronews

Bank DKI Dukung Inklusi Keuangan Digital dengan Hadir di Ajang ‘FEKDI 2024’

Redaksi Posmetronews

Leave a Comment