POSMETRONEWS.COM – Langkah serius Pendiri Yayasan Australia Independent School (AIS) di Jakarta, Penny Robertson demi mendapatkan keadilan dan mempertahankan tujuan yayasan pada pendidikan dari dugaan tindak pidana yang dilakukan pengurus yayasan, tidak berhenti setelah bikin laporan ke Mapolda Metro Jaya maupun Kejaksaan Agung (Kejagung RI).
Seperti dikatakan Arie Wirahadikusuma SH LL.M dan Ngurah Suputra Atmaja SH selaki kuasa hukum dari Penny Robertson, justru kliennya selain melaporkan para pembina, pengurus dan pihak terkait lainnya ke Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, juga sudah bersurat kepada Presiden RI Prabowo Subianto dan DPR RI untuk permohonan RDP di Komisi III dan Komisi X.
Bahkan langkah tersebut harus ditempuh Penny Robertson, ditambahkan Arie dan Ngurah, agar kasus serta dugaan pidana tersebut segera mendapatkan perhatian dari para pemangku kebijakan dan aparat penegak hukum di negeri ini.
“Tentunya, kami juga sangat berharap supaya para pelaku yang diduga melakukan perbuatan pidana tersebut, dapat dijerat dengan pasal pidana yang sesuai dan dihukum seadil-adilnya. Apalagi semua dugaan dan alat bukti serta kesaksian-kesaksian yang sudah kami kumpulkan,” jelas Arie dan Ngurah, Kamis (6/3/2025) di Jakarta.
Melalui keterangan resminya kepada media, Arie dan Ngurah juga menjelaskan bahwa Penny Robertson selaku Pendiri Yayasan Australia Independent School (AIS) di Jakarta, melaporkan para pengurus yayasan tersebut ke Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Agung RI dengan tuduhan dugaan tindak pidana penggelapan dana dan dugaan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.
Sebagai kuasa hukum dari pendiri Yayasan AIS (Penny Robertson), Arie dan Ngurah, menyebutkan dugaan perbuatan pidana tersebut dilakukan oleh para pembina dan pengurus dengan melibatkan manajer keuangan Yayasan yang berinisial AC.
Selanjutnya, dibeberkan kedua pengacara tersebut bahwa kliennya yaitu Penny Robertson yang merupakan Warga Negara Australia, juga melaporkan para pengurus Yayasan AIS berinisial AS dan RK alias RH, Anggota Pembina Yayasan AS serta seorang notaris berinisial LSN atas dugaan tidak pidana keterangan palsu dan memasukan keterangan palsu dalam Akta Otentik perubahan kepengurusan Yayasan AIS.
Arie dan Ngurah juga menegaskan soal dugaan pidana penggelapan dana yayasan AIS dan TPPU tersebut berawal dari temuan berupa pendirian dua Perseroan bernama PT AIS Technology Asia dan PT AIS Property Asia. Sebab, kedua PT ini sahamnya dimiliki oleh Yayasan AIS lebih dari 25 persen dan dalam susunan pengurus atau direksinya terdapat para pengurus dan manajer AIS.

“Oleh karenanya, kami menduga keuangan Yayasan AIS diinvestasikan ke dalam dua PT ini untuk mencari untung yang dapat menguntungkan dan memperkaya para pembina dan pengurus serta manajer keuangan Yayasan AIS. Sementara tujuan berdirinya Yayasan AIS adalah untuk mendirikan lembaga pendidikan dan lembaga edukasi untuk siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa lokal serta internasional di Indonesia dengan metode pengajaran akademis Indonesia-Austalia. Jadi, bukan untuk mencari kekayaan bagi para pengurusnya. Dari situ sudah patut diduga terjadi penggelapan dana yayasan dan tindak pidana pencucian uang dari keuangan yayasan kedalam usaha yang diluar konteks tujuan berdirinya yayasan di bidang pendidikan,” terangnya, panjang lebar.
Pada bagian lain, diungkap Arie dan Ngurah, yaitu ada dugaan Yayasan AIS telah meminjam dana ke bank dengan menggunakan aset yayasan sebagai jaminan dan menginvestasikan dana tersebut untuk mencari keuntungan melalui dua PT tersebut.
“Hal ini tentu saja sangat disayangkan, karen Yayasan AIS bukannya fokus untuk membangun fasilitas dan fokus menyediakan kegiatan aktifitas belajar-mengajar yang lebih berkembang dan lebih baik. Tetapi,diduga dijadikan alat untuk mencari keuntungan dan pengembangan bisnis RS dan para pengurus baru Yayasan AIS,” ungkapnya, lagi.
Ditambahkan Arie dan Ngurah akibat dari kejadian itu para siswa dan orangtua murid dari sekolah tersebut, juga turut menjadi korban dugaan perbuatan pidana. Pasalnya, mereka telah membayar mahal untuk mendapatkan fasilitas dan kegiatan sekolah dengan taraf pendidikan yang berskala internasional dengan baik. Namun oleh pihak pengurus yayasan yang saat ini menjabat, dana pembayaran yang sekolah justru diduga dialokasikan untuk pembangunan unit usaha-usaha yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan visi dan misi pendirian yayasan.
Demi kliennya mendapatkan keadilan, Arie dan Ngurah mengaku sudah bersurat kepada Presiden dan DPR RI untuk permohonan RDP di Komisi III dan Komisi X, agar kasus dan dugaan pidana tersebut segera mendapatkan perhatian dari para pemangku kebijakan dan aparat penegak hukum.
“Tak cuma itu saja. Kami pun berharap agar para pelaku yang diduga melakukan perbuatan pidana tersebut, dapat dijerat dengan pasal pidana yang sesuai dan dihukum seadil-adilnya dengan semua dugaan dan alat bukti serta kesaksian-kesaksian yang sudah kami kumpulkan,” harapnya.
Dijelaskan Arie dan Ngurah terkait dugaan tidak pidana keterangan palsu dan memasukan keterangan palsu dalam Akta Otentik perubahan kepengurusan Yayasan AIS, dilakukan AS dan RK alias RH, AS serta LSN juga dilakukan dalam kurun waktu Nopember 2023 sampai dengan Januari 2024 bertempat di sekolah AIS.

Begitu pun soal dugaan keterangan palsu dan memasukan keterangan palsu oleh para pengurus Yayasan AIS untuk merubah susunan pembina, pengawas dan pengurus Yayasan secara sepihak tanpa mengikuti aturan dan hukum yang berkaku di dalam UU nomor 28 tahun 2004 mengenai Yayasan.
Masih dalam keterangannya lebih lanjut, Arie dan Ngurah mengungkap kronologis dugaan tindak pidana tersebut dilakukan oleh para pengurus AIS bersama-sama dengan notaris dengan tujuan menyingkirkan salah seorang pembina yayasan yang bernama Derek Robertson, seorang WNA tanpa melalui proses hukum serta aturan yang berlaku terkait dengan aturan di UU nomor 28 tahun 2004.
Sebab, kata keduanya, di dalam rapat perubahan struktur kepengurusan Yayayas AIS tersebut, RK, AS dan Notaris secara bersama-sama melakukan Rapat Pembina Yayasan secara melanggar aturan yang sah.
Patut diketahui, jelas Arie dan Ngurah bahwa kliennya merupakan pembina Yayasan sampai tahun 2024. Namun tiba-tiba para pengurus Yayasan AIS yang berinisial AS dan RK ini melakukan perubahan akta yayasan tanpa mekanisme rapat perubahan struktur kepengurusan secara sah dan diketahui oleh Derek Robertson selaku pembina di bulan Nopember 2024.
Juga seperti diungkap kedua kliennya, dugaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh para pengurus Yayasan AIS tersebut, bertujuan untuk pengambil alihan yayasan beserta asetnya dengan cara-cara yang melanggar aturan.
Maka itu sebut Arie dan Ngurah, kliennya pernah diatur melakukan pertemuan dengan seseorang berinisial RS oleh para pengurus Yayasan AIS tersebut jauh-jauh hari sebelum terjadi perubahan susunan pembina dan pengurus AIS untuk melakukan penawaran penjualan yayasan terhadap RS yang diduga seorang pengusaha di bidang IT dan Properti.
Beruntung, imbuh Arie dan Ngurah lebih jauh, kliennya menolak pengalihan kepengurusan yayasan kepada RS karena tidak ingin yayasan pendidikan yang telah dibangunnya berubah tujuan dari yayasan edukasi menjadi yayasan yang komersil dan mencari keuntungan.
Pada saat pertemuan tersebut, RS menawarkan untuk membeli yayasan sebesar US $ 10 juta namun Penny dan Derek Robertson menolak penjualan Yayasan AIS.
Setelah penolakan tersebut, kedua kliennya secara sepihak dilengserkan dari posisi pembina oleh AS dan RK selaku pengurus. Lantas di kepengurusan Yayasan AIS, RS dimasukan sebagai pembinan yayasan melalui rapat perubahan yayasan dengan melanggar aturan yang berlaku.
Juga terdapat keanehan karena RS ini beserta keluarga dan orang kepercayaannya berinisial DG alias IG, masuk sebagai pembina dan pengurus baru di dalam akta Yayasan AIS. “Karena itu, menurut hemat kami, di situ sudah terjadi dugaan tindak pidana pemufakatan jahat dan pemalsuan keterangan pada okta otentik oleh pengurus AIS dan notaris,” pungkas Arie dan Ngurah. © RED/AGUS SANTOSA