POSMETRONEWS.COM – Pagi-pagi, sebelum benar-benar bangun, Dinda sudah memindai wajahnya untuk login ke aplikasi mobile banking.
Dua menit kemudian, ia sudah membayar uang kos, mengisi e-wallet, dan memeriksa limit kartu kredit. Semuanya dilakukan dari kasur, tanpa perlu menyentuh dompet. Di Jakarta, Denpasar, Surabaya, dan kota-kota lain yang makin padat dan sibuk, perbankan digital bukan lagi pelengkap. Ia sudah menjadi bagian dari rutinitas harian.
Hari ini, yang mobile bukan cuma aplikasinya, tapi seluruh cara hidup. Maka muncul pertanyaan: kita sedang memakai mobile banking, atau sudah hidup dalam mobile living?
Kisah Dinda di atas memang hanya sebagai ilustrasi bagaimana warga kota menjalani kesehariannya hari ini. Beberapa tahun lalu, urusan ke bank berarti keluar rumah, antre, dan membawa dokumen. Sekarang, semua itu terasa lamban. Dari buka rekening, transfer, top up e-wallet, beli reksa dana, sampai bayar BPJS semua bisa dilakukan dari satu layar, di sela-sela rapat atau saat menunggu lampu hijau.
CIMB Niaga, yang tahun ini merayakan 70 tahun kiprahnya, termasuk bank yang cukup progresif dalam menyambut perubahan ini. Lewat aplikasi OCTO Mobile dan OCTO Clicks, mereka menghadirkan ekosistem layanan finansial lengkap di ujung jari.
Menurut laporan tahunan CIMB Niaga 2024, lebih dari 96% transaksi dilakukan lewat kanal digital. Angka ini tidak hanya mencerminkan kemajuan teknologi, tetapi juga menunjukkan perubahan mendasar dalam gaya hidup masyarakat kota. Mereka tidak lagi mencari bank. Mereka menginginkan bank yang selalu ada di kantong.
Namun di balik segala kemudahan itu, terselip juga kegelisahan baru. Ketika semuanya serba digital, apa yang terjadi saat server down? Ketika semua nasihat keuangan berbasis algoritma, siapa yang menjawab saat nasabah butuh empati, bukan data?
Warga kota memang menyukai efisiensi. Tapi bukan berarti mereka tidak peduli pada relasi. Sebuah studi kecil yang dilakukan oleh [nama media atau survei] menemukan bahwa sebagian besar pengguna digital banking masih ingin berbicara dengan manusia, meskipun hanya lewat live chat atau call center. Inilah paradoks dunia modern: makin canggih teknologinya, makin kita mendambakan kehadiran yang nyata.
CIMB Niaga tampaknya menyadari hal ini. Mereka mengembangkan fitur Live Chat di OCTO Clicks dan menyediakan layanan hybrid lewat Digital Lounge serta Smart Branch di sejumlah kota besar. Ini bukan semata-mata soal teknologi, melainkan juga tentang menjaga sisi manusiawi dari layanan keuangan.
Tapi ada satu tantangan besar yang tak bisa diabaikan: inklusivitas. Bahkan di kota besar sekalipun, masih banyak kelompok yang belum terlayani secara optimal semisal buruh harian, pekerja informal, lansia, atau warga yang tidak terbiasa dengan teknologi, yang sering merasa tersisih dari sistem.
CIMB Niaga sendiri telah menggulirkan sejumlah program literasi keuangan dan edukasi digital, termasuk di sekolah, kampus, dan komunitas UMKM. Namun persoalannya tidak berhenti pada akses teknologi. Tantangan yang lebih dalam adalah soal membangun kepercayaan. Masyarakat harus diyakinkan bahwa sistem ini aman, adil, dan benar-benar berpihak pada mereka.
Perubahan terbesar dalam gaya hidup warga kota hari ini mungkin bukan hanya soal digitalisasi. Melainkan lenyapnya batas antara ruang pribadi dan ruang publik, antara waktu kerja dan waktu rehat. Semuanya berlangsung dalam gerakan cepat: di halte, di lift, di kafe, bahkan di kamar mandi.
Mobile banking seperti yang ditawarkan CIMB Niaga menjawab kebutuhan itu. Tapi yang lebih penting adalah memastikan bahwa kemajuan digital ini tidak hanya melayani mereka yang sudah siap, tapi juga merangkul mereka yang tertinggal.
Di usia 70 tahun, CIMB Niaga punya peluang besar untuk tidak sekadar menjadi bank digital, melainkan menjadi mitra hidup digital yang memahami ritme warganya, tapi juga tahu kapan harus melambat dan mendengar.
Di tengah kota yang tak pernah tidur, mungkin yang kita butuhkan bukan hanya aplikasi yang cepat, tapi juga layanan yang bisa menyesuaikan diri dengan ritme hidup manusia. Karena hidup yang baik bukan hanya tentang efisiensi, tapi juga tentang koneksi antara teknologi, keuangan, dan keberadaan kita sebagai warga yang hidup di dalamnya..© RED/ PR