POSMETRONEWS.COM – Jangan karena cuma ingin menyelamatkan 225 orang saja, Pemerintah sampai harus tega ingin menumbalkan 295 juta jiwa rakyat Indonesia. Sebab, berdirinya republik ini dibangun dengan dasar yang kokoh, diatas kebenaran dan keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Negara ini bukan untuk golongan atau kelompok seperti yang dilakukan Pemerintah saat ini, yakni demi menyelamatkan 225 orang saja,” tegas Pakar Hukum dan Tata Negara Tomu Augustonus SH MH atau yang lebih dikenal dengan nama Tomu Pasaribu melalui keterangan tertulisnya yang diterima POSMETRONEWS, Minggu (7/9/2025) sore.
Bahkan lewat peringatan kerasnya, Tomu Pasaribu mengatakan agar baik Pemerintah maupun elit politik jangan terlalu pongah. Kenapa? Karena, Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah berjalan selama 80 tahun ini, justru dapat diraih hanya karena berkat Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam pandangannya lebih lanjut bahwa demonstrasi yang berakhir dengan kerusuhan dan penjarahan ke rumah-rumah pribadi anggota DPR RI yang terjadi beberapa waktu lalu, tidak lebih merupaka sebuah skenario busuk yang menyesatkan. Bahkan hal tersebut justru menjadi sebuah jawaban bahwa Pemerintah tidak mampu menuntaskan masalah – masalah besar.
Sebut saja seperti kasus ijazah palsu, korupsi pertamina, dugaan korupsi Joko Widodo selama 10 tahun menjabat Presiden RI serta pengkhianatan konstitusi yang dilakukan secara berjamaah. Kendati 75 persen rakyat tidak puas terhadap pemerintahan Prabowo Subianto saat ini, namun belum ada niat rakyat untuk menggulingkannya dari kursi kepresidenan.
“Rakyat Indonesia masih menunggu kearifan dan keberanian Prabowo Subianto untuk membuktikan janjinya memberantas korupsi dan mafia. Terlebih lagi terkait penuntasan kasus dugaan ijazah palsu dari mantan Presiden RI ke-7, Joko Wododo tersebut,” ujar Tomu Pasaribu, lagi.
Masih menurut analisanya, Tomu Pasaribu juga melihat dari pola dan strategi yang dilakukan untuk meredam demo yang dilakukan Pemerintah jelas merupakan sebuah skenario besar yang membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Dimana ketika demo sedang berlangsung, TNI langsung turun diantara pendemo dengan aparat Polri.
Selain itu DPR RI mengundang BEM yang notabene bukan pelaku utama dari demo yang digelar pada 25 dan 28 Agustus 2025 kemarim. Pertanyaan yang muncul, apakah hal tersebut adalah perintah Presiden Prabowo Subianto atas pengalamannya dalam tragedi 1998?
“Nah, buat apa Pemerintah harus melakukan sandiwara dalam menghadapi permasalahan yang ada, sehingga menambah persoalan-persoalan baru? Sementara persoalan-persoalan yang ada atau ditimbulkan, justru tidak dapat dituntaskan dengan baik,” bebernya.
Ditegaskan Tomu Pasaribu bahwa terkait hal di atas, patut diduga ada 5 agenda politik yang sedang dilakukan saat ini. Antara lain meliputi :
- Menyelamatkan kasus dugaan ijazah palsu Joko Widodo dan dugaan korupsinya, yakni selama menjabat Presiden RI dan juga dilakukan oleh kelompoknya yang masih menjabat di pemerintahan.
- Membubarkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dipandang sebagai partai nasional. Selain dianggap sebagai penghambat atau batu sandungan terkait rencana membentuk partai gabungan seperti di Amerika Serikat.
- Melaksanakan pemilihan ulang dengan opini pembubaran DPR RI, apabila tidak merestui RUU Perampasan Aset. Pertanyaannya. kemudian apakah perampasan aset dapat menuntaskan masalah? Padahal, sudah ada lembaga yang mengurusi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Lantas, apakah undang-undang tersebut berjalan sebagaimana mestinya? Hal itu malah dijadikan alat politik. Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah ada, mampukah menekan pertumbuhan korupsi di Indonesia?
“Sedangkan untuk kedua poin dari 5 agenda politik, mohon maaf belum bisa saya sebutkan di sini. Kenapa? Iya, karena belum ada kesepakatan,” katanya, menambahkan.
Tomu Pasaribu mengungkapkan bahwa persoalan kasus ijazah palsu Joko Widodo, bukankah lebih mudah dituntaskan. Yakni saat Joko Widodo sedang menjabat sebagai Presiden? Meskipun beberapa skenario yang dilakukan Joko Widodo untuk mempertahankan sebagai Alumni UGM selalu gagal.
Menurut dia, kenapa Joko Widodo membiarkan kasus dugaan ijazah palsunya sampai pada pemerintahan Presiden Prabowo? Joko Widodo menjadikan kasus dugaan ijazah palsu menyandera pemerintahan Prabowo. Bahkan sebagai batu sandungan, agar anaknya Gibran dapat secepat mungkin menggantikan Prabowo sebagai Presiden RI.
Karena itulah, Tomu Pasaribu berharap Presiden Prabowo dan elit politik segera sadar dan eling untuk menghentikan skenario – skenario yang sedang dilakukan. Yakni sebelum murka Tuhan yang lebih besar lagi datang melanda Indonesia.
“Perlu diingat bahwa langit dan bumi beserta seluruh isinya merupakan ciptaan Tuhan dan sekaligus sebagai pemiliknya. Sedangkan kita ini hanyalah manusia biasa, hidup menumpang untuk sementara. Mumpung masih ada kesempatan untuk memperbaiki segalanya yang sudah terlanjur salah. Marilah kita kembali menegakkan hukum kebenaran dan keadilan, sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa,” pungkas Tomu Pasaribu seraya mengingatkan untuk bersikap hati-hati apalagi yang bakal terjadi sebelum atau sesudah tanggal 24 September 2025 mendatang. © RED/FATHONIE AG